Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN



Pendidikan dan pengajaran adalah dua hal yang berbeda namun menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dalam pelaksanaannya, dimana pengajaran merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD), pendidikan adalah upaya menuntun segala kodrat yang dimiliki oleh anak agar dapat tumbuh dan berkembang untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah upaya memberikan atau membagikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak agar dapat berdayaguna untuk menjadi manusia merdeka yang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain.

Dalam mewujudkan tujuan pendidikan, KHD menyatakan bahwa pendidikan harus menghamba pada anak, artinya pendidikan dan pengajaran semestinya memperhatikan kodrat keadaan anak yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam maksudnya adalah bahwa pendidikan dan pengajaran yang dilakukan tidak terlepas dari sifat dan karakter lingkungan tempat anak tinggal, sehingga akan terdapat perbedaan sumber belajar antara anak yang tinggal di daerah pegunungan, misalnya, dengan anak yang tinggal di daerah laut. Pendidikan dan pengajaran juga tidak dapat mengesampingkan kodrat zaman dimana perkembangan zaman yang selalu dinamis dan mengalami perubahan terus menerus merupakan hal yang menjadi keharusan bagi anak untuk diikuti dan didalami sebagai pemelajar. Dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimiliki anak, pendidikan dan pengajaran tentunya dapat terlaksana secara kontekstual dan berkesinambungan.

Lebih dari itu, dalam filosofi pendidikan KHD, anak itu diibaratkan kertas putih yang sudah terisi dengan goresan tulisan pudar yang harus ditebalkan agar dapat terlihat dan terbaca dengan jelas. Ini bermakna bahwa anak terlahir sudah memiliki kodrat dan potensi masing-masing, namun guru memiliki peran untuk menuntun kodrat-kodrat dan potensi tersebut agar anak dapat mengalami perkembangan budi pekerti yang baik sesuai potensi-potensi yang dimiliki anak. Dalam perannya sebagai penuntun, guru harus mampu menempatkan diri sesuai dengan posisinya dalam pendidikan dan pengajaran. Di depan, guru harus mampu menjadi contoh yang baik atau tauladan terhadap anak didiknya melalui tindakan, ucapan, dan pemikiran (ing ngarso sung tolodo). Ketika berada di tengah, guru berperan sebagai teman atau mitra anak dalam berdiskusi, memberikan masukan-masukan yang membangun, dan bersama-sama saling sokong dalam perjalanan menuju sebuah kehidupan yang lebih bahagia (ing madyo mangun karso). Dan dari belakang guru berperan sebagai motivator yang mampu mendorong dan memotivasi anak didiknya (tut wuri handayani).


"BACA JUGA: APPLYING BEHAVIORISM AND COGNITIVISM INTO THE THREE DOMAINS OF TEACHING

Agar upaya penuntunan kekuatan-ketuatan anak dapat berjalan dengan maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan, proses penguatan dan pengembangan budi pekerti anak harus mengikuti asas pedidikan KHD yang disebut dengan TriKon yang meliputi kontinyuitas, konvergensi, dan konsentris. Daya upaya penuntunan kodrat anak (pendidikan) dan pemberian pengetahuan serta keterampilan kepada anak (pengajaran) harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan agar apa yang dialami dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat menjadi sebuah budaya yang baik (asas kontinyuitas). Dalam prosesnya, pengembangan yang dilakukan boleh memasukkan unsur-unsur sosial budaya dari luar sebanyak-banyaknya agar anak memiliki wawasan yang global dan dapat bersaing di lingkup internasional (asas konvergensi). Akan tetapi, pengembangan yang mengambil aspek-aspek dari luar tersebut harus tetap berporos dan mengacu pada budaya sendiri agar anak tidak kehilangan jadi dirinya sebagai bangsa Indonesia (asas konsentris).


Mindset Sebelum Pempelajari Modul 1.1

Yang ada dalam pikiran saya tentang pendidikan dan pengajaran sebelum mempelajari modul 1.1 adalah pendidikan dan pengajaran merupakan proses pembentukan anak melalui pemberian pengetahuan baru sesuai dengan keinginan kita sebagai pendidik dengan pola yang kita terapkan. Anak harus mengikuti pola-pola tersebut agar mereka dapat berkembang menjadi yang lebih baik tanpa memandang latar belakang atau keadaan yang dimiliki oleh anak. 

Dalam pembelajaran, pola pikir yang saya miliki dan jalani selama ini bahwasanya pembelajaran yang berpusat pada anak itu cukup hanya dengan melibatkan anak semaksimal mungkin dalam aktivitas pembelajaran dengan mengajak anak lebih aktif dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Saya akan merasa kecewa kepada anak yang kompetensinya selalu rendah walapun telah mengikuti kegiatan pembelajaran berkali-kali melalui remedial dan latihan-latihan tanpa mengetahui bahwa apa yang saya sajikan dalam pembelajaran tidak sesuai dengan selera dan gaya belajar anak tersebut.


Mindset Setelah Pempelajari Modul 1.1

Dengan penguatan-penguatan yang saya dapatkan di modul 1.1 ini baik dari belajar mandiri maupun dari pendampingan oleh pengajar praktik, fasilitator, dan instruktur secara sinkronus dan asinkronus, saya merasa pola pikir yang selama ini saya pegang telah membawa saya ke arah yang tidak tepat. Saya menjadi sadar bahwa anak-anak yang setelah melewati beberapa kali kegiatan pembelajaran namun masih belum dapat memiliki kompetensi seperti yang diharapkan disebabkan oleh proses pembelajaran yang saya sajikan kepada mereka tidak dapat mengakomodasi gaya belajar dari sebagian besar anak sehingga mereka tetap stagnan dalam posisi itu. Dengan kata lain, saya belum mampu memberikan sebuah layanan yang sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh anak dimana hanya beberapa anak yang mampu mengikuti proses pembelajaran. Dalam pemikiran saya, anak-anak dengan gaya belajar yang sesuai dengan model pembelajaran yang saya sajikan saja yang dapat berkembang secara optimal, sedangkan anak-anak dengan gaya belajar yang berbeda tidak terlayani dengan baik melalui cara yang saya terapkan. Maka perlu sebuah perubahan dimana pendidikan dan pengajaran harus berdasarkan keinginan dan selera yang dimiliki oleh masing-masing anak dengan cara memberikan pelayanan yang dapat mewadahi semua kodrat yang dimiliki anak.

"BACA JUGA: THE INFLUENCE OF SOCIAL AND POLITICAL POWERS ON THE EDUCATIONAL SYSTEM OF INDONESIA


Rencana Tindak Lanjut

Untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran KHD dalam melaksanakan tugas dan peran saya sebagai guru saya akan menerapkan pembelajaran yang menghamba pada anak. Hal ini akan saya lakukan dengan cara memberikan pembelajaran melalui model dan media pembelajaran serta sumber belajar yang dapat mengakomodasi segala kodrat yan dimiliki oleh anak.

Dalam keseharian baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat, saya akan berusaha menjadi tauladan yang memberikan contoh yang baik bagi anak untuk diamati, ditiru dan dilakukan sehingga meraka memperoleh nilai-nilai budi pekerti yang penuh manfaat. Saya harus dapat menjadi teman bicara atau diskusi bagi anak sehingga dapat memberikan warna bagi mereka dalam belajar untuk mengembangkan kekuatan-kekuatan dan potensi yang dimiliki serta menjadi motivator yang selalu siap melayani anak ketika mereka memerlukannya.


I Putu Wirya Suta (CGP Angkatan 7)

Changes to Impact the Education in Indonesia

 Author: I Putu Wirya Suta

In Indonesia, education is compulsory and free of tuition for elementary (grade 1 to 6) and junior secondary school (grade 7 to 9). In supporting this, the government has allocated 20% of the national spending to education (Asian Development Bank, 2015, p 21). The school operations grant program has become a mainstay of financial support to primary and secondary schools. This effort has made a significant impact on education in Indonesia. Nevertheless, it is still under expectation. The results of the Program for International Student Assessment (PISA) of 2018, as stated by the Head of Balitbang and Books at the Ministry of Education and Culture Totok Suprayitno, shows that 70 percent of Indonesian children were below the minimum competency level in reading, 71 percent in math, and 60 percent in science (Fahlevi, 2021, para 3). It shows that a fundamental change to the education system in several aspects is required, especially in curriculum and teachers' quality.

BACA JUGA: THE INFLUENCE OF SOCIAL AND POLITICAL POWERS TO EDUCATIONAL SYSTEM OF INDONESIA

The curriculum is the core point of education. It consists of planning, goals, implementation, and evaluation. How the classroom activity is designed has to be under the students' needs and interests, and how it is implemented and assessed. Compared to the previous one, the latest curriculum provides freedom to schools in adapting and innovating its operational design based on the local wisdom, the facility, and socio-cultural and economic aspects (World Bank, 2020). Having the authority drives to a better space in managing and implementing the classroom learning activity which is supposed to be student-centered. Students are given an opportunity in the study according to their interests, competence, prior knowledge, and background. Hence, they get to be more focused on developing their capital capacity through classroom activities.

BACA INI JUGA DONG: APPLYING BEHAVIORISM AND COGNITIVISM INTO THE THREE DOMAINS OF TEACHING

On the other hand, teachers are supposed to be competent in putting the curriculum into action on how to design the lesson plan, how to conduct the classroom activity, and in the end, how it is assessed to meet the learning goals. Setting up the teacher’s minimum academic qualification and the teacher certification requirement is among the government’s efforts to increase the quality of education. Law 14 of 2005 on teachers and lecturers requires teachers to have a minimum of bachelor's degree qualification and to have completed the certification process (Asian Development Bank, 2015, p. 75). Lately, the Minister of Education and Culture states that the government has launched the Teacher Motivator pilot program of 6 to 9-month training and on-the-job coaching to teachers, which aims to build an intense education community that focuses on student learning (World Bank, 2020). After completing the program, the teachers are encouraged to be agents of change both to facilitate the students and role as a model for their colleagues.

 

It is undeniable that many factors impact the improvement of education. However, curriculum adjustments and enhancing the quality of teachers are the primary aspects that need the government's attention to advance education in Indonesia. The curriculum as the soul of the education implementation in schools determines how and where teaching-learning is carried out. An applicative curriculum will not run significantly without qualified teacher resources as implementers of the curriculum. Therefore, teachers as the executor of the curriculum are required to expand in competency and character to generate a larger impact on Indonesia's education.

 

 

References

 

Asian Development Bank. (2015). Education in Indonesia: Rising to the Challenge, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264230750-en

Fahlevi, F. (2021, February 26). Kemendikbud: Tingkat Literasi Siswa Indonesia di Peringkat PISA Masih Rendah. https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/22/kemendikbud-tingkat-literasi-siswa-indonesia-di-peringkat-pisa-masih-rendah

World Bank. (2020, November 18). The Promise of Education in Indonesia. https://www.worldbank.org/in/country/indonesia/publication/the-promise-of-education-in-indonesia